Polda Sulteng Bongkar Skandal Besar Dugaan Mafia Lanjut Geledah Kantor ATR/BPN dan Kantor Desa Lolu

iklan

SIGI. PIJARSULTENG.ID– Drama pemberantasan mafia tanah di Sulawesi Tengah (Sulteng), kian menegangkan. Setelah menggeledah Kantor Desa Lolu, tim Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sulteng bergerak cepat menuju Kantor ATR/BPN Kabupaten Sigi, Kamis (2/10/2025).

Targetnya jelas, membongkar jejak administrasi yang melahirkan sertifikat bermasalah milik Darwis Mayeri, tersangka utama dalam kasus yang kini menyeret nama PT. Nipsea Paint.

Penyidik diterima langsung oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sigi, Juwahir, S.SiT., M.A.P. di ruang kerjanya. Surat resmi dari Pengadilan Negeri Donggala diserahkan.

Tanpa buang waktu tim gabungan bergerak menuju ruang arsip. Di sana, laci demi laci dibongkar, tumpukan berkas diperiksa, hingga akhirnya sejumlah dokumen panas diamankan. Semua mengarah pada dugaan praktik kotor yang selama ini meresahkan: mafia tanah.

Dugaan penyerobotan tanah milik Joni Mardanis kini semakin jelas di depan mata. Sertifikat Hak Milik Nomor 00930/Lolu yang sah sejak 2012, hasil pembelian dari keluarga besar Hubaib untuk biaya keberangkatan haji, tiba-tiba dipelintir menjadi sertifikat baru di tangan Darwis Mayeri.

Lebih ironis lagi, di atas tanah itu kini berdiri megah bangunan milik PT. Nipsea Paint, seakan-akan semuanya sah di mata hukum.

Namun, di balik meja pertemuan formal, ada sikap ganjil. Kepala Kantah Sigi Juwahir memang menyerahkan dokumen kepada penyidik. Tetapi saat awak media mencoba mengonfirmasi lebih jauh, nomor telepon pun telah diblokir. Langkah pejabat publik ini memicu tanda tanya besar—apakah ada sesuatu yang ingin ditutupi?

“Geledah BPN adalah langkah penting. Dari sini bisa terlihat apakah permainan sertifikat cacat hukum mendapat restu dari dalam lembaga,” ujar salah satu penyidik singkat kepada wartawan.

Kini, semua mata tertuju pada Polda Sulteng. Bukti demi bukti telah terkumpul, skema mafia tanah mulai terurai: dari klaim sepihak Darwis Mayeri, dokumen warkah penuh tip-ex dan coretan, hingga masuknya perusahaan besar Nipsea Paint ke atas tanah yang bukan haknya.

Kasus ini bukan sekadar sengketa pribadi. Ini adalah ujian wibawa hukum agraria di Indonesia—apakah mafia tanah benar-benar bisa dibongkar sampai ke akar, atau justru akan dilindungi oleh kekuatan gelap di balik meja birokrasi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *