PALU. PIJARSULTENG.ID, -Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, Nuzul Rahmat R, S.H., M.H., kembali memimpin ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Morowali. Kajati Sulteng memimpin ekspose langsung dari Kejari Morowali, dilaksanakan secara virtual bersama Sesjampidum Kejaksaan Agung RI Dr. Undang Mugopal, S.H., M.Hum. sebagai bentuk komitmen Kejaksaan dalam mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, humanis, dan berorientasi pada pemulihan.

Perkara yang diajukan dengan tersangka atas nama Al Mujahidin alias Hidin, yang dijerat dengan Pasal 156a huruf (a) KUHP tentang penodaan terhadap suatu agama dan/atau Pasal 406 Ayat (1) KUHP mengenai perusakan barang milik orang lain.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, peristiwa tersebut berawal pada Kamis, 14 Agustus 2025, ketika tersangka yang dalam pengaruh minuman beralkohol secara tidak sengaja melakukan perbuatan merusak Pura Penunggu milik saksi I Wayan Panita alias Pak Sri di Desa Samarenda, Kecamatan Bumi Raya, Kabupaten Morowali.
Akibat kejadian tersebut, saksi korban mengalami kerugian materiil sekitar Rp15.000.000,-. Namun demikian, kedua belah pihak telah menempuh jalur perdamaian secara kekeluargaan. Tersangka telah meminta maaf secara langsung dan korban menerima permintaan maaf tersebut dengan ikhlas, serta bersama-sama menyatakan agar permasalahan tidak dilanjutkan ke proses persidangan.
Dalam ekspose yang dipimpin Kajati Sulteng, turut dijelaskan bahwa alasan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif didasarkan pada pertimbangan bahwa tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, menyesali perbuatannya, serta merupakan tulang punggung keluarga yang menanggung biaya pendidikan tiga adiknya.
Selain itu, proses perdamaian dilakukan secara sah di hadapan Pemerintah Desa setempat, dihadiri oleh tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan unsur pemerintahan.
Restorative Justice merupakan upaya memulihkan kembali keseimbangan sosial dan keadilan bagi para pihak, yang menekankan pentingnya nilai kemanusiaan dan moralitas hukum yang menjadi ruh dari kebijakan penegakan hukum Kejaksaan RI.
Dengan disetujuinya permohonan penghentian penuntutan tersebut, perkara resmi diselesaikan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), sehingga diharapkan menjadi contoh penerapan hukum yang berkeadilan, edukatif, dan berkepribadian Indonesia.***









