Wakil Kepala Kejati Pimpin Ekspose Permohonan Pemberhentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

iklan

PARIMO. PIJARSULTENG.ID, –Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Sulteng) Immanuel Rudy Pailang, S.H., M.H kembali memimpin kegiatan ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) yang dilaksanakan secara daring dengan jajaran Jampidum Kejaksaan Republik Indonesia dan diikuti Jajaran Pidum Kejati Sulteng.

Kegiatan ini merupakan wujud konsistensi Kejaksaan dalam mengedepankan pendekatan hukum yang humanis, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat.

Sebelum pemaparan perkara dimulai, Wakajati Sulteng terlebih dahulu melakukan evaluasi singkat terhadap kesiapan pelaksanaan ekspose, mulai dari kelengkapan administrasi hingga kesiapan materi paparan yang disajikan, baik dalam bentuk presentasi maupun dokumentasi pendukung. Evaluasi tersebut dilakukan guna memastikan seluruh tahapan Restorative Justice telah dilaksanakan secara cermat, profesional, dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Ekspose kali ini berasal dari Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Tinombo, dengan perkara atas nama Tersangka IBRAHIM, yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Berdasarkan paparan perkara, diketahui bahwa peristiwa bermula saat Tersangka membeli minuman keras tradisional jenis cap tikus di Desa Lado, Kecamatan Sidoan, Kabupaten Parigi Moutong. Dalam kondisi mengonsumsi minuman tersebut, terjadi interaksi antara Tersangka dan Korban NUHAM HARTONO yang berujung pada perselisihan. Saat Korban menegur Tersangka agar tidak mengonsumsi minuman keras di tempat umum, Tersangka tersulut emosi dan melakukan pemukulan satu kali ke arah bibir kanan Korban.

Akibat perbuatan tersebut, Korban mengalami luka robek pada bibir, luka memar, serta luka lecet sebagaimana tertuang dalam Surat Visum Et Repertum Nomor: 800/01/PKM Tada/X/2025 tanggal 25 Oktober 2025 yang diterbitkan oleh UPTD Puskesmas Tada. Korban sempat mendapatkan perawatan medis berupa penjahitan luka dan membutuhkan waktu pemulihan sebelum kembali menjalankan aktivitasnya sebagai Kepala Desa.

Dalam ekspose tersebut, permohonan penghentian penuntutan diajukan setelah seluruh syarat formil dan materil Restorative Justice terpenuhi. Selain itu, sejumlah pertimbangan kemanusiaan dan sosial turut menjadi dasar pengajuan, di antaranya Tersangka merupakan tulang punggung keluarga, mengakui kesalahan serta menyesali perbuatannya, dan memiliki tanggungan tiga orang anak yang masih berusia di bawah umur.

Lebih lanjut, telah tercapai kesepakatan perdamaian antara Tersangka dan Korban. Perdamaian ini dinilai penting guna menjaga harmonisasi hubungan kekeluargaan, mengingat Tersangka dan Korban memiliki hubungan sebagai ipar.

Berdasarkan hasil ekspose dan pertimbangan menyeluruh, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut disetujui dan diterima oleh jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui sarana daring.

Melalui penerapan keadilan restoratif ini, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah kembali menegaskan komitmennya dalam menghadirkan penegakan hukum yang tidak hanya berorientasi pada kepastian hukum semata, tetapi juga mengedepankan nilai keadilan, kemanfaatan, serta pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *