PALU.PIJARSULTENG.ID– Ratusan warga Poboya dan masyarakat lingkar tambang tuntut keadilan di Kampung sendiri untuk itu menggelar aksi unjuk rasa di depan pintu masuk Kantor PT Citra Palu Minerals (CPM), Senin (15/12/2025).
Aksi tersebut dilakukan untuk menagih janji perusahaan terkait pengajuan penciutan lahan yang dinilai sebagai harga mati bagi warga setempat dan pihak PT CPM harus paham terkait lahan yang dikelolanya itu.

Aksi berlangsung dengan pengawalan ketat aparat kepolisian, TNI, serta petugas keamanan internal perusahaan guna memastikan situasi tetap kondusif. Massa aksi menyampaikan aspirasi secara bergantian melalui mobil sound system.
Sejumlah tokoh dan perwakilan warga yang menyampaikan orasi antara lain Koordinator Lapangan Kusnadi Paputungan, Ketua Batara Agus Walahi, Tokoh Masyarakat Lasoani Sofyan Aswin, Ketua Rumpun Da’a Sulawesi Tengah Irianto Mantiri, Pengurus Adat Kawatuna Amin Panto, serta perwakilan Front Pemuda Kaili Moh. Tezar dan Amir Sidik.
Dalam orasinya, para perwakilan warga mendesak PT CPM agar segera mengajukan surat permohonan penciutan kontrak karya ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia sesuai peta dan titik koordinat yang telah diajukan oleh lembaga adat Poboya.
Massa aksi menegaskan bahwa tuntutan penciutan lahan bukan semata persoalan ekonomi, melainkan bentuk perjuangan mempertahankan hak masyarakat adat atas wilayah yang diwariskan secara turun-temurun.
Mereka menolak seluruh wilayah tambang dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan tanpa memberi ruang hidup bagi masyarakat lokal.
“Penciutan lahan adalah jalan kami untuk mempertahankan warisan leluhur yang harus kami jaga dan wariskan kepada anak cucu. Tanah Kaili tidak boleh diambil seluruhnya,” tegas para orator.
Dalam tuntutannya, masyarakat yang tergabung dari berbagai elemen—masyarakat adat Kaili Tara, Rumpun Kaili Da’a, warga lingkar tambang, sopir dump truck, pedagang, hingga pencari nafkah di area tambang Poboya—menyampaikan dua poin utama. Pertama, mendesak PT CPM segera mengajukan permohonan penciutan kontrak karya ke Kementerian ESDM. Kedua, meminta agar proses tersebut dilakukan secara terbuka dan melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Syafrudin, yang membacakan tuntutan warga, menegaskan bahwa apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, warga akan terus memperjuangkan haknya sesuai ketentuan yang berlaku.
Di tengah aksi tersebut, Wakapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Dr. Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf, didampingi Kapolresta Palu Kombes Pol. Deny Abrahams, S.H., S.I.K., M.H., menemui perwakilan tokoh masyarakat Poboya dan warga lingkar tambang di salah satu warung makan yang berjarak sekitar 500 meter dari kantor PT CPM.
Dalam pertemuan tersebut, Wakapolda menegaskan pentingnya penyelesaian konflik secara damai dan dialogis. Ia mengingatkan semua pihak agar menghindari tindakan anarkis dan permusuhan yang berlarut-larut, ucapnya pada Senin malam 15 /12/2025 di salah satu warung makan di sekitaran lokasi PT.CPM
“Tujuan kita adalah pelayanan dan penyelesaian yang baik-baik. Jangan sampai ada tindakan anarkis atau permusuhan yang tidak bisa dikompromikan. Apa yang diinginkan perusahaan dan masyarakat harus dibicarakan dengan duduk bersama,” ujar Helmi Kwarta.
Menurutnya, konflik yang terjadi selama ini lebih disebabkan oleh terputusnya komunikasi antara perusahaan dan masyarakat. Ia mendorong agar PT CPM membuka ruang dialog dan menjadikan masyarakat lokal sebagai bagian penting dalam aktivitas pertambangan.
Wakapolda juga menekankan perlunya memberi ruang kepada masyarakat untuk tetap beraktivitas dan menambang di lahan yang telah disepakati, sambil menunggu proses administrasi penciutan lahan dari Kementerian ESDM.
“Kalau kita mau selesaikan, sebenarnya ini bisa diselesaikan dengan sederhana. Perusahaan harus membantu masyarakat dengan data, informasi, dan konsep yang jelas. Masyarakat juga perlu dibantu agar kegiatan tambangnya berkualitas dan sesuai aturan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa kegiatan pertambangan rakyat yang dikelola dengan baik tetap memberikan kontribusi kepada negara melalui pajak dan penerimaan lainnya. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan dapat membina masyarakat, termasuk melalui pendampingan teknis, penyediaan peralatan, serta pengelolaan hasil tambang yang sesuai ketentuan.
“Perusahaan harus memikirkan masyarakat sebagai bagian dari kalian. Tidak ada yang tidak bisa diselesaikan jika ada kemauan bersama. CPM tidak akan ditutup jika masyarakat bisa dibantu dan dilibatkan,” tegas Wakapolda.
Pertemuan tersebut diharapkan menjadi langkah awal untuk meredam ketegangan serta membuka jalan menuju penyelesaian konflik yang adil, damai, dan berkelanjutan antara PT CPM dan masyarakat Poboya.***









