PALU.PIJARSULTENG.ID— Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Tengah (Kanwil Kemenkum Sulteng) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Strategi Penguatan Kepatuhan Pendaftaran Objek Jaminan Fidusia” di Sriti Convention Hall, Kamis (13/11/2025).
Acara ini turut dihadiri oleh unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sulawesi Tengah, termasuk Wakil Kejaksaan Tinggi Sulteng, perwakilan Polda Sulteng, BPK Perwakilan Sulteng,

Kepala OJK Sulteng Ombudsman, Kanwil DJPb, Bapenda Provinsi, Fakultas Hukum Universitas Tadulako, BPSK Kota Palu, Ikatan Notaris Indonesia (INI) Sulteng, serta Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Sulteng serta sejumlah instansi vertikal lainnya.
FGD ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kanwil Kemenkum Sulteng, Rakhmat Renaldy, yang dalam sambutannya menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga dalam memperkuat tata kelola dan kepatuhan pendaftaran jaminan fidusia di Indonesia.
“Kegiatan ini sejalan dengan proyek perubahan yang sedang kami jalankan, yaitu Reformasi Tata Kelola Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk Mencegah Hilangnya Potensi Pendapatan Negara. Ini adalah langkah nyata untuk menutup celah kebocoran penerimaan negara, memperkuat kepastian hukum, dan memperbaiki tata kelola layanan fidusia agar lebih transparan, akuntabel, dan terintegrasi secara nasional,” ujar Rakhmat.
Dalam paparannya, Rakhmat menjelaskan bahwa masalah jaminan fidusia telah lama menjadi perhatian nasional. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat selisih lebih dari 35,1 juta transaksi pembiayaan antara data OJK dan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kemenkum. Kondisi ini menimbulkan potensi hilangnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang semestinya menjadi bagian dari kas negara.
“Artinya, banyak transaksi pembiayaan yang tidak terdaftar dalam sistem fidusia. Akibatnya, aset masyarakat dijaminkan tanpa perlindungan hukum yang sah, dan negara kehilangan haknya atas pendapatan,” tegasnya.
Rakhmat mengingatkan bahwa kewajiban pendaftaran jaminan fidusia telah diatur secara tegas melalui berbagai regulasi, di antaranya UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, PP Nomor 21 Tahun 2015, serta Permenkumham Nomor 25 Tahun 2021. Selain itu, POJK Nomor 35/POJK.05/2018 juga menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia paling lambat satu bulan sejak tanggal perjanjian pembiayaan.
Melalui proyek perubahan ini, Kemenkum mendorong sinkronisasi dan pemadanan data antara Ditjen AHU dan OJK, sehingga setiap transaksi pembiayaan yang tercatat di OJK dapat otomatis terverifikasi di sistem AHU dan terhubung langsung dengan mekanisme pembayaran PNBP.
“Inovasi ini bukan sekadar digitalisasi, tetapi bentuk nyata integrasi data antar lembaga untuk mencegah kehilangan potensi pendapatan negara serta memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem hukum nasional,” tambah Rakhmat Renaldy.
Ia menekankan tiga harapan utama dari pelaksanaan FGD ini:
1. Tumbuhnya pemahaman bersama bahwa pendaftaran fidusia adalah kewajiban hukum yang tidak dapat dinegosiasikan;
2. Terbangunnya komitmen kolektif untuk memperkuat kepatuhan lembaga pembiayaan dan menutup ruang bagi praktik fidusia bawah tangan;
3. Terwujudnya kolaborasi lintas kementerian dan lembaga untuk peningkatan PNBP melalui kepatuhan pendaftaran objek jaminan fidusia.
Lebih jauh, Rakhmat menegaskan bahwa reformasi tata kelola fidusia bukan sekadar proyek administratif, melainkan bagian dari reformasi hukum dan birokrasi nasional sebagaimana tertuang dalam Asta Cita ke-7, yakni membangun pemerintahan yang bersih, efektif, dan transparan.
“Dengan dukungan seluruh pihak, kita tidak hanya mencegah kehilangan potensi pendapatan negara, tetapi juga membangun ekosistem hukum yang kredibel dan berpihak pada kepastian hukum,” tandasnya.
Rakhmat juga mengajak seluruh peserta FGD untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor agar sistem fidusia yang terintegrasi, akurat, dan akuntabel dapat segera terwujud demi Indonesia yang lebih tertib hukum dan sejahtera.
Dengan dibukanya FGD ini, Kemenkum Sulteng meneguhkan komitmennya untuk menghadirkan layanan hukum yang adaptif dan berintegritas, sekaligus memperkuat fondasi hukum dalam tata kelola keuangan negara yang berkeadilan***











