Verifikasi Lapangan Satgas PKA, Upaya Akhiri Sengketa Lahan PT Hengjaya Mineralindo Vs Warga

iklan

PALU, PIJARSULTENG.ID – Upaya penyelesaian konflik agraria antara PT Hengjaya Mineralindo (PT HM) dan warga di empat desa di Kecamatan Bungku Pesisir serta Bahodopi, Kabupaten Morowali, kembali digulirkan oleh Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (PKA). Keempat desa tersebut antara lain, Desa Bete, Bete dan Padabaho di Kecamatan Bahodopi dan Desa Lafeu dan Tandaoleo di Kecamatan Bungku Pesisir.

Tim ini menggelar dua pertemuan terpisah untuk memverifikasi klaim lahan dan memfasilitasi dialog antarpihak.Pertemuan pertama digelar di Kantor Bupati Morowali pada Senin 10 November 2025. Forum ini dihadiri perwakilan PT HM, Asisten I Bidang Pemerintahan Kabupaten Morowali Asep Haerudin, kepala desa, serta utusan warga yang lahan mereka diduduki perusahaan.

Agenda utama adalah melakukan crosscheck laporan warga yang diterima Satgas PKA Sulawesi Tengah pada Jumat 24 Oktober 2025 di Palu, guna memetakan isu krusial konflik. Hari berikutnya, Selasa 11 November 2025, tim melanjutkan dengan peninjauan langsung di lokasi perkebunan milik warga Desa Lafeu dan Desa Tandaoleo.

Fokus kegiatan tertuju pada lahan kedua desa yang kini tumpang tindih dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT HM. Peninjauan diikuti warga setempat, aparat desa, Satgas PKA Sulawesi Tengah, organisasi perangkat daerah (OPD) teknis, serta pihak perusahaan, bertujuan memperkuat data lapangan untuk langkah mediasi selanjutnya.

Satgas PKA Kumpul Bukti Lapangan  

Sekretaris PKA Sulteng Apditya Sutomo,, mengatakan pihaknya menyambut baik kelancaran dua pertemuan ini sebagai langkah konkret dalam mengurai konflik agraria di Morowali. Pertemuan pertama di Kantor Bupati telah membuka ruang dialog terbuka untuk crosscheck laporan warga.

Sementara peninjauan lapangan hari ini di Desa Lafeu dan Tandaoleo memperkaya pemahaman tentang dinamika lahan secara langsung. Semua data yang dikumpulkan dalam proses ini bersifat sangat objektif, imparsial dan berdasarkan fakta lapangan yang diverifikasi bersama.

Selanjutnya, data-data tersebut akan disampaikan kepada Gubernur Sulteng, Anwar Hafid untuk menjadi dasar pengambilan keputusan yang adil dan berkelanjutan. Satgas PKA Sulteng berkomitmen penuh untuk memfasilitasi proses ini secara transparan dengan harapan semua pihak, mulai dari warga, perusahaan hingga pemerintah daerah dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.

Sementara itu, anggota Satgas PKA Sulteng lainnya, Noval A. Saputra, menekankan pentingnya pengumpulan data lapangan sebagai fase krusial untuk memvalidasi klaim tanam-tumbuh milik masyarakat. Menurut Noval, perbedaan pandangan yang perlu dijembatani adalah permintan ganti warga Desa Lafeu, terhadap tanaman perkebunan yang sejak 2018, tidak bisa diakses dan sebagiannya sudah ditebang.

Di sisi lain, perusahaan berpendapat mereka sudah menjalankan kewajibannya dengan kompensasi sebesar Rp5 miliar. “Baik perusahaan maupun warga desa masih saling bertahan pada versi masing-masing, sehingga verifikasi independen seperti ini sangat diperlukan,” ujarnya.

Pada peninajuan lapangan yang berlangsung setengah hari, pihaknya juga mengambil titik koordinat melalui foto udara guna memetakan secara akurat batas kebun warga dengan  wilayah IUP maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

PT Hengjaya Mineralindo Tetap Tolak Klaim Warga

Pada pertemuan lanjutan di kantor PT Hengjaya Mineralindo di Desa Tangofa, pihak perusahaan bersikeras menolak tuntutan warga Desa Lafeu. La Ode Alfitra dari Divisi CSR, PT HM berdalih, bahwa kewajiban mereka telah dipenuhi melalui Tim 16. “Sudah klir semua. Tidak ada lagi kewajiban bagi kami untuk membayar klaim warga,” katanya dalam rapat yang dihadiri perwakilan warga, pemerintah desa, serta Tim Satgas PKA.

Sekretaris Satgas PKA Sulteng, Apdi Yuditomo, pun meminta pihak perusahaan segera menyediakan semua data dan dokumen yang diminta. “Data-data tersebut akan menjadi dasar bagi tim untuk menyusun rekomendasi akhir sebelum diserahkan kepada Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan, “Forum ini bukan lagi untuk debat mempertahankan klaim masing-masing. Kami hanya minta data dan dokumen yang relevan dengan kasus yang kita bahas hari ini,” pungkas aktivisi agraria ini.  Besok, Tim Satgas PKA Sulteng, kembali melakukan pertemuan serupa dengan dua desa berbeda, Padabaho dan Bete Bete. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *