Morut, Teraskabar.id – Konflik agraria antara masyarakat dan PT Agro Nusa Abadi (ANA) seakan tak pernah habisnya. Warga lingkar sawit menilai, Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali Utara dalam hal ini Bupati Morowali Utara, hingga saat ini, menunjukan ketidakmampuan dan keberanian dalam menyelesaikan konflik agraria di wilayahnya.
” Pemda (Bupati) Morut mengetahui dengan jelas bahwa PT ANA sejak beroperasi tidak mengantongi HGU. Namun Pemda diam tanpa seribu bahasa,” kata Rusli Dg Mapille, salah satu warga yang berkonflik dengan PT ANA, Rabu (10/9/2025).
Padahal menurut Rusli, hal ini merupakan pelanggaran jelas terhadap Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Perkebunan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015.
“Setelah putusan MK, perusahaan perkebunan kelapa sawit wajib memiliki izin usaha yang sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ucapnya.
Dilain pihak, Bupati Morowali Utara, Delis Julkarson Hehi, ‘berani’ mengeluarkan surat penghentian aktivitas PT Cipta Agro Sakti (CAS) di Desa Manyoe, Kecamatan Mamosalato, karena perusahaan tersebut melakukan penanaman sawit sekitar tahun 2024 tanpa HGU.
” Kok PT ANA sendiri yang belasan tahun beroperasi tanpa HGU tidak ditindaki. Ini kan aneh bin ajaib,” tegas Rusli.
Sementara itu, Serikat Petani Petasia Timur (SPPT), Samsul menjelaskan bahwa konflik agraria ini sudah cukup lama tanpa ada titik penyelesaian. Masyarakat menuntut hak atas tanahnya yang berada di areal PT ANA. Karena sebelum pihak perusahaan menginjakkan kaki membuka kawasan menjadi perkebunan sawit, mereka terlebih dahulu mengelola dan berkebun.
Apalagi, kata Samsul, sejak konflik ini berjalan, sudah terlalu banyak warga yang berteriak menuntut haknya namun selalu diperhadapkan dengan hukum. Bahkan mirisnya lagi ditangkap dan dipenjarakan.
” Kami mendesak agar Pemerintah Daerah serius dalam menyelesaikan persoalan konflik agraria ini,” tekannya.
Sehingga ini mengingatkan kembali bahwa pentingnya penegakan hukum dan perlindungan hak-hak masyarakat sesuai amanat UUD Tahun 1945, UU HAM. Ketidaktegasan Bupati Morut sebagai pemimpin, dikhawatirkan akan memicu konflik agraria yang lebih luas dan berpotensi menimbulkan masalah sosial yang lebih besar. (red/teraskabar)