PALU. PIJARSULTENG.ID– Ratusan Warga Poboya kembali melakukan aksi unjuk rasa untuk kesekian kalinya, mereka tergabung bersama Masyarakat penambang, adat, dan warga dilingkar tambang area Poboya, Senin (14/12/2025).

Mereka bersama – sama mendatangi kantor PT Citra Palu Mineral (CPM) untuk menuntut penciutan lahan seluas 26 hektar (Ha) dari lahan 27 ribu Ha yang dikuasai PT CiPM di wilayah Poboya.
Aksi kali ini diberi label “harga mati” tanpa ada ruang tawar menawar, setelah 15 tahun perjuangan tidak pernah merealisasikan janjinya. Demkian ungkap Koordinator lapangan aksi, Kusnadi Paputungan, padahal kata Kusnadi perjuangan ini sudah dimulai sejak 2010 dan berlanjut hingga 2025 tanpa ada realisasi dari pihak perusahaan.

“Makanya pada aksi hari ini, penciutan lahan sudah harga mati. Tidak ada tawa menawar lagi dengan PT CPM,” tegasnya saat berorasi di depan pintu masuk kantor PT CPM yang telah di penuhi drum – drum dengan pagar tertutup rapat sambil dipagar betis petugas keamanan.
Orasi berlangsung dari Pukul 15.00 wita hingga 17.00 wita. Namun pihak CPM terkesan cuek tak satu pun yang menggubris pesan yang disampaikan Kusnadi sehingga para aksi unjuk rasa masih tetap bertahan di depan pintu kantor PT CPM.
Orasi pun tetap dilanjutkan, Ketua rumpun adat Topo Da’a, Irianto Mantiri, pun angkat bicara. Jika dirinya menegaskan aksi kali ini adalah aksi terakhir. Sebelumnya, seminggu lalu masyarakat sudah memberikan waktu kepada PT CPM, namun tuntutan malah diabaikan dan tidak direspon sama sekali.
“Kami pun tidak bakal memberikan kompensasi berupa kelonggaran waktu lagi. Penciutan lahan harus direalisasikan sekarang,” ujarnya tegas
Irianto juga mengancam untuk menutup akses jalan utama ke perusahaan jika tidak ada kepastian.
“Jangan perusahaan diuntungkan dan masyarakat dirugikan terus. Ini tanah wilayah adat, hak masyarakat yang harus diberikan,” tegasnya.
Sementara pihak advokat masyarakat, Agus pun angkat bicara jika , tanah tambang Poboya secara historis adalah hutan nenek moyang suku Kaili.
Keberadaan PT CPM dianggap lebih kejam dari kompeni yang seolah ingin mengusir penduduk asli.
“Kami tidak mau seperti yang terjadi di kabupaten Morowali, di mana perusahaan merampas hak rakyat. Sudah 15 tahun berjuang tidak dipedulikan,” katanya.
Diamini oleh Tokoh masyarakat, Idil Djanggola dirinya juga menyampaikan, persatuan masyarakat dari Poboya, Talise, dan Lasoani sudah berkomitmen untuk memblokir semua akses ke PT CPM. Sampai berita ini tayang aksi masih berlanjut dengan massa yang bertahan dan menutup seluruh jalan masuk dan keluar perusahaan.***












