*Warga Donggala Vs PT LTT: Ribuan Hektare Lahan Sawit Disengketakan, Longki Djanggola Siap Kawal Hingga Tuntas

Sulteng24 Dilihat
iklan

DONGGALA.PIJARSULTENG.ID— Konflik agraria kembali memanas di Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Warga dari lima desa, Polanto Jaya, Minti Makmur, Tinauka, Towiora, dan Rio Mukti, memrotes aktivitas PT Lestari Tani Teladan (LTT) yang diduga mengelola lahan di luar izin Hak Guna Usaha (HGU) dan merambah wilayah eks-transmigrasi.

Ketua Satgas Penyelesaia Konflik Agraria Sulteng, Eva Bande, menyebut laporan warga langsung direspons Gubernur dengan membentuk Satgas khusus di bawah kendalinya. Satgas ini akan menelusuri riwayat penguasaan lahan dan memastikan hak-hak masyarakat tidak terabaikan.

Perusahaan tidak perlu pakai cara intimidatif, sudah bukan zamannya. Pemerintah juga harus hadir secara hukum dan moral. Pemilik tanah dan air ini adalah rakyat,” tegas Eva, Selasa (19/8/2025).

Eva juga menekankan, sesuai Permentan, 20 persen dari konsesi HGU seharusnya diberikan kepada masyarakat. Ia meminta Drs. H. Longki Djanggola, M.Si, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, untuk mendorong penyelesaian kasus ini di tingkat pusat.

Longki Djanggola: Harus Jujur, Adil, dan Sesuai Aturan

Menanggapi konflik ini, Longki Djanggola menegaskan komitmennya sejak untuk mengawal penyelesaian masalah ini hingga tuntas. Menurutnya, yang utama adalah memastikan kepastian hukum dan perlindungan hak masyarakat atas lahan penghidupan mereka. Bahkan, politisi Gerindra itu juga sudah beberapa kali turun ke lapangan untuk memastikan aduan masyarakat atas lahan mereka.

“Saya minta semua pihak, terutama perusahaan, punya itikad baik menyelesaikan persoalan ini dan mau selalu duduk bersama dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Persoalan ini harus diselesaikan secara jujur, adil, dan sesuai aturan hukum yang berlaku yang berlaku, agar semua pihak dapat memeroleh kemanfaatnnya,” ujar Longki di komplek DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025)

Ia juga menyatakan sudah menyampaikan persoalan ini ke Kementerian ATR/BPN dengan penekanan agar hak-hak masyarakat tidak dirugikan.

Warga Bongkar Kekerasan dan Sertifikat Tumpang Tindih

Kepala Desa Minti Makmur, Kasnudin, mengungkap kembali kejadian kelam 2004, ketika warga, termasuk perempuan dan anak-anak, mengalami kekerasan akibat konflik lahan.

“Kalau karena kami memilih tanah ini lantas patut direpresi, tunjukkan undang-undangnya! Saya melihat rakyat saya menderita, saya siap mengembalikan tanah ini kepada mereka,” ujarnya.

Sementara itu, Sekdes Polanto Jaya, Riyadi, membeberkan temuan tumpang tindih sertifikat. Lahan yang sejak 1990-an dikelola warga dengan sertifikat hak milik (SHM), kini justru masuk area HGU PT LTT berdasarkan peta terbaru.

“Ada sekitar 254 hektare sawit milik PT LTT yang berdiri di luar HGU, masuk ke lahan bersertifikat warga,” jelasnya.

Sementara itu, Pihak BPN Donggala menegaskan, jika terbukti ada tumpang tindih antara SHM dan HGU tanpa pelepasan hak oleh masyarakat, HGU bisa dibatalkan.

“SHM dan HGU tidak boleh tumpang tindih. Harusnya hanya satu sertifikat di atas satu bidang tanah,” tegas perwakilan BPN.

Adapun Direktur PT LTT, Agung, mengatakan pihaknya siap turun langsung ke lapangan untuk memverifikasi data dan memastikan tidak ada kesalahpahaman.

“Kami sudah punya data ganti rugi dan kompensasi. Silakan warga yang punya SHM kumpulkan datanya. Nanti kita sinkronkan dengan data perusahaan dan serahkan ke Pemda Donggala,” jelas Agung.

HGU PT LTT diketahui berlaku sejak 2007 hingga 2029. Agung menegaskan tidak ada masalah dengan lahan eks Letawa dan berharap situasi tetap kondusif.

Menyahuti aduan masyarakat ini, Asisten I Pemda Donggala, Moh. Yusuf Lamakampali, menegaskan penyelesaian akan dilakukan bertahap.

“Langkah kita, step by step. Kita cari solusi percepatan yang adil untuk semua pihak,” ujarnya.

Kasus ini kini menjadi perhatian serius pemerintah daerah, pusat, dan DPR RI. Satgas Penyelesaian Konflik Agraria dijadwalkan memanggil semua pihak untuk mencari titik temu penyelesaian yang adil dan berpihak pada kepentingan masyarakat. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *