PALU, PIJARSULTENG.ID – Puluhan warga mendatangi kediaman pribadi Gubernur Sulteng Anwar Hafid di Jalan Samratulangi Palu, Sabtu, 1 November 2025. Kedatangan mereka untuk mengadukan pendudukan lahan transmigrasi oleh PT Kurnia Luwuk Sejati (PT KLS) yang sudah berlangsung selama 20 tahun lebih.
Sedikitnya 30-an warga itu berasal dari 9 desa di antaranya, Desa Pandauke, Tanasumpu, Momo, Tambale. Kemudian Desa Girimulya, Tokala Atas, Posangke, Taronggo, dan Pokeang serta Baturube di Kecamatan Mamosalato dan Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali Utara.
Puluhan warga bertatap muka di pendopo kediaman pribadi Gubernur. Permintaannya satu, PT KLS segera angkat kaki dari lahan transmigrasi yang diduduki secara sepihak. Desakan yang sama juga disampaikan pada Jumat 31 Oktober 2025 di Sekretariat Satgas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulteng.
Salah satu perwakilan warga, Setrimon Mola dari Desa Toronggo, mendesak PT KLS agar segera angkat kaki dari lahan petani. Menurut Satrimon, perusahaan itu telah menduduki lahan tersebut selama 29 tahun, terhitung sejak 1997. Sementara translokal sudah mengolah lahan mereka sejak 1985.
Ia menegaskan, jauh sebelum PT KLS beroperasi, para petani di Desa Toronggo sudah lama bercocok tanam di lahan yang kini diduduki perusahaan. Tanaman yang mereka budidayakan meliputi sagu, kelapa dalam dan palawija, yang menunjukkan bahwa lahan tersebut adalah sumber penghidupan utama mereka.
Ia menegaskan, jauh sebelum PT KLS beroperasi, para petani di Desa Toronggo sudah lama bercocok tanam di lahan yang kini diduduki perusahaan. Tanaman yang mereka budidayakan meliputi sagu, kelapa dalam dan palawija, yang menunjukkan bahwa lahan tersebut adalah sumber penghidupan utama mereka.
GUBERNUR PERINTAHKAN NAKERTRANS CARI PETA TRANSMGRASI
Menanggapi desakan warga, Gubernur Anwar mengatakan akan menindaklanjuti keberatan warga. ‘’Kalau lahan transmigrasi mestinya diikuti dengan peruntukan lahan. Regulasinya kan ada. Jadi mestinya bapak-bapak ini tidak ada masalah,’’ ujar Gubernur Anwar.
Lantaran itu, ia memerintahkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tengah, melacak peta transmigrasi. Dari peta itu menurut dia akan terlihat batas lahan yang diperuntukan bagi warga. ‘’Pak Kadis cari cepat petanya. Cari tata batas. Ini tidak boleh didiamkan,’’ ujarnya dengan nada tinggi kepada Kadis Nakertrans Arnold Firdaus Bandu.
Ia juga mengingatkan warga, bisa menahan diri. Tidak melakukan tindakan pelanggaran hukum, seperti penyegelan fasilitas pemerintah atau memanen sawit perusahaan. Namun berjanji akan me mengunjungi warga untuk melihat dari dekat masalah yang melilit warga berpuluh tahun silam. ‘’Saya usahakan tinjau bapak-bapak di sana’’
Ketua Satgas PKA Sulteng, Eva Susanti Bande mengatakan, tuntutan puluhan warga dari sembilan desa ini adalah cerminan kegagalan negara hadir selama 29 tahun dalam konflik lahan transmigrasi. ”Saya tegaskan pada bapak-bapak sekaian. Ini bukan sekadar sengketa biasa. Ini perampasan hak hidup yang terstruktur. Kami di Satgas PKA akan berdiri tegak di sisi keadilan agraria,” ujar Eva kepada wartawan, Sabtu 1 Movember 2025.
Ia melanjutkan masyarakat telah mengolah lahan transmigrasi ini sejak 1985. Jauh sebelum PT KLS beroperasi, menanami sagu, kelapa dan palawija sebagai sumber penghidupan utama. Data lapangan sambung Eva sangat jelas. Hak atas tanah dan sumber kehidupan ada pada warga.
”Kami mendukung penuh langkah Pak Gub untuk segera menyelesaikan masalah ini. Satgas PKA mendesak PT KLS segera angkat kaki tanpa syarat dari lahan transmigrasi yang menjadi hak warga. Tidak ada tawar-menawar dalam hal keadilan. Jika perusahaan terus menghambat, kami akan memastikan negara menggunakan kewenangan penuhnya untuk melakukan koreksi sejarah. Kembalikan hak rakya. Ini pelanggaran hukum yang sudah menahun,” tutup Eva. ***











