BUNGKU, PIJARSULTENG.ID – Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria (Satgas PKA) Sulawesi Tengah telah merampungkan kunjungan lapangan selama dua hari ke Kecamatan Bungku Utara dan Mamosalato, Kabupaten Morowali.
Kunjungan ini dilaksanakan untuk menyelesaikan sengketa lahan antara warga di sembilan desa dengan PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) yang dilaporkan telah menduduki lahan mereka sejak kurang lebih 30 tahun.
Hari terakhir kunjungan diisi dengan agenda pengambilan titik koordinat di lahan warga yang mencakup total sembilan desa di dua kecamatan tersebut. Meskipun demikian, tidak semua desa dapat dijangkau untuk pengambilan koordinat.
Di Desa Momo, proses tersebut dibatalkan (urung dilakukan) karena sebagian warga menolak. Sementara itu, di Desa Pandauke, pengambilan koordinat tidak terlaksana karena keterbatasan waktu hari mulai gelap.
Di Desa Momo, penolakan sebagian warga dilatarbelakangi alasan bahwa sebagian lahan telah dijual oleh pemiliknya kepada PT KLS saat perusahaan tersebut masih dipegang oleh manajemen lama. Sementara itu, manajemen yang baru mengaku tidak mengetahui adanya transaksi jual beli lahan tersebut.
Salman Ruslan dari Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (BMPR) Provinsi Sulawesi Tengah, yang memimpin pengambilan titik koordinat, menyatakan tidak dapat memaksakan kegiatan jika penolakan datang langsung dari warga.
Salman mengaku sempat berkoordinasi dengan Kepala Desa Momo, tetapi upaya tersebut tidak banyak membantu. “Akhirnya, kegiatan pengambilan koordinat dibatalkan karena situasi di lapangan yang tidak kondusif,” tuturnya.
Kepala Bidang Advokasi Satgas PKA Sulteng, Noval A Saputra, menjelaskan bahwa Desa Momo awalnya tidak termasuk dalam agenda kerja karena warga desa tersebut tidak mengajukan aduan ke Satgas PKA di Palu pada 31 Oktober lalu.

Namun, karena adanya permintaan dari Pemerintah Kecamatan, Desa Momo akhirnya dimasukkan sebagai wilayah pengambilan koordinat. Noval menambahkan, terkait Desa Pandauke, pihaknya akan berkoordinasi dengan BPN Morowali Utara untuk melakukan pengambilan koordinat pada kesempatan berikutnya.
Dasar Pemetaan dan Validasi Klaim
Noval mengatakan, tujuan utama pengambilan koordinat adalah untuk mendapatkan data spasial yang akurat. Ini untuk menentukan secara persis di mana lokasi lahan yang diklaim oleh warga berada di peta. Data ini akan menjadi bukti fisik lokasi.
Menurut dia ini untuk memastikan dan memverifikasi batas-batas lahan transmigrasi milik warga. Dengan demikian katanya dapat diidentifikasi apakah lahan tersebut benar-benar tumpang tindih (overlap) dengan lahan perusahaan PT KLS.
Lebih jauh ia mengatakan, data koordinat digunakan untuk membuat peta tumpang tindih (overlay map) yang jelas, memvisualisasikan area mana yang dikuasai perusahaan dan area mana yang diklaim warga. Peta ini menjadi dokumen kunci dalam negosiasi dan penyelesaian.
Meskipun warga mungkin hanya memiliki bukti non-sertifikat (seperti Surat Keterangan Tanah/SKT, surat jual beli desa, atau penguasaan fisik), titik koordinat yang dikaitkan dengan klaim tersebut memberikan bukti dimensi dan lokasi yang tidak terbantahkan.

Selain itu, pengambilan koordinat juga untuk membantu pemerintah dalam mengambil keputusan yang adil dan berbasis data. Satgas PKA menggunakan data koordinat dan peta tumpang tindih untuk merekomendasikan solusi kepada Gubernur Sulteng.
Dengan adanya data koordinat yang jelas dan terukur, batas-batas antara lahan warga dan perusahaan menjadi definitif dan tercatat secara resmi, sehingga meminimalisir konflik batas di kemudian hari.
”Tanpa data koordinat yang akurat, klaim warga hanya berupa narasi lisan. Pengambilan koordinat mengubah klaim tersebut menjadi bukti geospasial yang terukur dan valid sebagai dasar penyelesaian konflik agraria,” demikian Noval.
Seperti diberitakan sebelumnya. potensi penghentian sementara operasional PT Kurnia Luwuk Sejati mencuat menyusul dugaan pelanggaran terkait perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini disampaikan Plt. Kepala Bidang Pengendalian Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PMPTSP), Noval Djawas, pada rapat sebelumnya, Kamis 11 Desember 2025.
Ia menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, setiap pelaku usaha wajib mengintegrasikan status perizinannya secara elektronik melalui Online Single Submission (OSS).

Noval menyebutkan bahwa PT KLS, yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) 8120310170369 dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 10432 (industri minyak mentah inti kelapa sawit) dan 01262 (perkebunan buah kelapa sawit), tidak tercatat berlokasi di Kabupaten Morowali Utara.
Ia menegaskan, sejak terbitnya PP Nomor 28 Tahun 2025, pelaku usaha diberikan waktu penyesuaian selama 30 hari. Jika kewajiban ini tidak dilaksanakan, akan diberikan Peringatan I, Peringatan II dan diikuti dengan pencabutan izin sementara. Pada forum rapat tersebut, petinggi PT KLS tetap bersikeras bahwa keberadaan mereka di Morut tetap sah.
Proses pengambilan koordinat berlangsung terbuka. Selain tim TNI/Polri yang mengawal 4 tim di 9 desa, warga pemilik lahan dan perwakilan PT KLS juga ikut menyaksikan sejak awal hingga rampung. ***











